PIT Test
PIT Test (Pile Integrity Test) merupakan pengujian pondasi
tiang pancang dan bore pile yang dilakukan dengan menggunakan uji gema sonic
dan uji strain integritas rendah. Pengujian ini menggunakan sensor
accelerometer di atasnya sehingga mempermudah pembacaan gelombang ketika
diberika pukulan dengan hammer.
Langkah Pengerjaan :
Harga PDA Test Terbaik Di Krawang Krawang timur
Untuk harga PDA Test tiang pancang dan bored pile umumnya
pengetesan ini dilakukan sebanyak 1 % dari jumlah semua titik pemancangan
pondasi. Setidaknya ada 5 faktor yang menyebabkan perbedaan harga, perbedaan
harga tsb :
1. Biaya berdasarkan per titik
pile. 3,500,000s/d 4.000.000
2. Biaya analisis.Rp. 1.800.000
3. Biaya Mob/Demob alat
(biayanya berbeda beda tergantung lokasi / wilayah).
4. Biaya pekerja Engenering
Rp.2.000.000 s/d 5.000.000
5. Report atau laporan.
2.500.000
INFOR MASI KEGIATAN
Pada tgl 17 Februari 2023 kami sedang melakukan pengetesan
Pda Test di Krawang Krawang timur tepatnya di perumahan dengan
mengunakan Drop hamer 3 Ton hasil yang di dapat daya dukung 120 ton dengan
menggunanakan alat PDA test merek RSI untuk tiang Bor pile 30 cm dalam 6 m .
SEJARAH KRAWANG KRAWANG TIMUR
j
Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat (Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) Kerajaan Sunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerin tahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara, ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, Kasultanan Cirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten (Abad XV-XIX M). Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari Champa, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal inimenjadikan apabila Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut. Selain sebagian rawa-rawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak KerajaanPajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa buku-buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan
Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum. Sejak dahulukala, bila orang-orang yang bepergian akan melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan, mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau, Keledai. Demikian pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah dalam Bahasa Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada disekitar muara Citarum sampai menjorok agak ke pedalaman sehingga dikenal dengan sebutan “ CARAVAN “ yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dari Pakuan Pajajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warunggede, Tanjungpura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh Talaga, Kawali, dan berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan Bojonggaluh. Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama deng an luas Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada saat itu Kabupaten Karawang meliputi Bekasi,
Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri. Setelah Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 M, pada tahun 1580, berdiri Kerajaan Sumedanglarang, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun, Putera Ratu Pucuk Umum (Disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri Keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Kerajaan Islam Sumedanglarang pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 M, Prabu Geusan Ulum wafat digantikan olehputeranya Ranggagempol Kusumahdinata, putera Prabu Geusam Ulum dari istrinya Harisbaya, keturunan Madura. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613-1645), Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasasi Pulau Jawa dan menguasai Kompeni (Belanda) dari Batavia. Rangggempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumedanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan
Sultan Agung dan mengajui kekuasaan mataram. Maka pada tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan Kerajaan Sumdeanglarang dibawah naungan Kerajaan Mataram, Sejak itu Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”. Ranggagempol Kusumahdinata, oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati Wadana untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, sebelah Barat Kali Cisadane, dsebelah Utara Laut Jawa dan, disebelah Selatan Laut Kidul. Karena Kerajaan Sumedanglarang ada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya Karawang pun berada di bawah kekuasaan Mataram.
Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat; dimakamkan di Bembem Yogyakarta. Sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, putra Prabu Geusan Ulun, dari istri Nyimas Gedeng Waru dari Sumedang, Rang gagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang mestinya menerima Tahta Kerajaan. Merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten, untuk meminta bantuan Sultan Banten, agar dapat menaklukan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan Imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedang larang akan diserahkan kepada Sultan Banten. Sejak itu Banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah pimpinan Pangeran Pager Agung, dengan bermarkas di Udug-udug.
Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang, dilakukan Sultan Banten, bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut kembali Pelabuhan Banten, yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa. Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang- gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu kota Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara melewato Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Karawang. Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara
Banten yang bermarkas di udug-udug, mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di imbangi dengan kekuatan yang memadai pula.2 Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu. Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan. Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak diarahkan kepada misi berikutnya yaitu menjadikan Karawang menjadi “lumbung padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia, disamping mencetak prajurit perang.
Di desa Adiarsa, sangat menonjol sekali perjuangan keturunan Aria Wirasaba. Walaupun keturunan Aria Wirasaba oleh Belanda hanya dianggap sebagai patih di bawah kedudukan Bupati dari keturunan Singaperbangsa, tetapi ditinjau dari segi perjuangan melawan Belanda, pantas mendapat penghargaan dan penghormatan.
Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria Wirasaba II ditangkap oleh Belanda dan ditembak mati di Batavia, Kuburannya ada di Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta. Putra Kedua Aria Wirasaba, yang bernama Sacanagara bergelar Aria Wirasaba III, berpendirian sama dengan Aria Wirasaba I dan II, tidk mau tunduk pada Belanda, serta tidak meninggalkan misi sesepuhnya, yaitu memajukan pertanian rakyat, irigasi dan syiar Islam. Aria Wirasaba III meninggalkan kedudukannya sebagai patih, karena dirasakannya hanya menjadi jalur untuk menekan rakyatnya. Setelah wafat beliau dimakamkan di Kalipicung, termasuk desa Adiarsa sekarang.
KEMATIAN SINGAPERBANGSA
Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang memberontak Pemerintahan Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun Sunan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai pengganti almarhum Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi dengan perjuangan Ayahnya Sunan Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya. Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap sebagai pembangkang ulama-ulama pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan Ayahnya Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I. Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat Mataram marah besar. Tatkala Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin Natananggala, spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan Islam
Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung. Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintahan Amangkurat I dapat diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat PemerintahanMataram dapat dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia, meminta bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum meninggal, ia sempat melantik putranya yakni Amangkurat II. Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia lebih cenderung meneruskan perjuangan ayahnya ya kni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda, Ia tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat Laut Utara.
Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya, tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung terdahulu, bahwa Karawang dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang Batavia. Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab kalau mengacu kepada Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara
Singaperbangsa dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai Bupati diTanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa kini Aria Wirasaba tidak masukcatatan Administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang. Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang dating dari Belanda, yang menyatakan bahwa kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba. Sebaliknya kalau kita perhatikan sumber kekuasaan yang diterima kedua Bupati itu, yaitu Piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud Tahun Alip, sama sekali tidak menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “ Tapi dalam menyikapi hal ini, kita pun harus lebih arif dan bijaksana, karena setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah “ (Sumber Suhud Hidayat Dalam Buku Sejarah Karawang Versi Peruri Halaman 42-51). Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala tentara kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat berjangkitnya Malaria dan kekurangan persediaan makanan. Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun pesawahan, guna mendukung pengadaan logistic dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang di emban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang. 3 Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut: “
Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gedeing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tatatiti yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ianing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasimulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :
“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura.
Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai. Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor: 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah
mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :
1. Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-l and En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
2. Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-l and En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188 200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
3. Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
4. Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633. Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.
SILSILAH KEPALA DAERAH KABUPATEN KARAWANG.
1. RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677)
Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat. Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”. Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang AMnggung.
2. RADEN ANOM WIRASUTA (1677-1721)
Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau dilantik menjadi Bupati di Citaman Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di BojongmangguPangkalan, Karena beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu.
3. RADEN JAYANEGARA (1721-1731)
Raden Jayanegara adalah putra Anom Wirasuta, bergelar Adipati Panatayudha II. Setela wafat beliau dimakamkan di Waru Tengah Pangkalan. Karena itu beliau dikenal juga sebagai Panembahan Waru Tengah
4. RADEN SINGANAGARA (1731-1752)
Raden Singanagara, putra Jayanegara, bergelar Raden Aria Panatyudha III. Raden Singanagara dikenal juga dengan nama Raden Martanegara. Setalh wafat dimakamkan di Waru Hilir, Pangkalan. Karena itu beliau dikenal dengan Panembahan Waru Hilir. Pada tanggal 28 November 1994, makam Raden Anom Wirasuta (Bupati Karawang ke-2), makam Raden Jayanegara (Bupati Karawang ke-3) dan Raden Singanagara (Bupati Karawang ke-4) dipindahkan ke Areal dekat makam Raden Adipati Singaperbangsa di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon.
5. RADEN MUHAMMAD SALEH (1752-1786)
Raden Muhammad Saleh, putra Raden Singanagara, bergelar Raden adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad Saleh dikenal pula dengan nama Raden Muhammad Zaenal Abidin atau Dalem Balon. Setelah wafat beliau dimakamkan di Serambi Mesjid Agung Karawang. Karena itu Raden Muhammad Saleh dikenal juga dengan sebutan Dalem Serambi. Pada tanggal 5 Januari 1994 Makam Raden Muhammad Saleh dipindahkan juga kea real Manggung dekat dengan makam Raden Adipati Singaperbangsa, di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon
6. RADEN SINGASARI (1786-1809)
Raden Singasari, putra mantu Raden Muhammad Saleh, bergelar Raden adipati Aria Singasari atau Pantayudha IV. Pada tahun 1809 Raden Aria Singasari dialihtugaskan menjabat Bupati Brebes Jawa Tengah. Raden Adipati Aria Singasari wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Duro Kebon agung Jati Barang, Brebes Jawa Tengah. Karena beliau dikenal juga dengan sebutan Dalem Duro. 4
7. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1809-1811)
Raden Aria Sastradipura, putra Raden Muhammad Saleh, beliau ditugaskan sebagai Cutak (Demang) setingkat Patih dengan tugas pekerjaan Bupati.
8. RADEN ADIPATI SURYALAGA (1811-1813).
Raden Adipati Suryalaga, pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau putra Sulung Raden Adipati Suryalaga, Bupati Sumedang (1765-1783) Raden Suryalaga, adalah saudara misan dan menantu Pangeran Kornel, yaitu Suami dan Putri Pangeran Kornel yang bernama Nyi Raden Ageng, Raden Adipati Suryalaga wafat di Talun Sumedang. Karena itu beliau dikenal pula dengan sebutan Dalem Talun.
9. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1831-1820)
Raden Aria Sastradipura, putra Muhammad Saleh ( Bupati Karawang ke-5). Beliau untuk kedua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah yang pertama pada Periode tahun 1809-1811. Pada tahun 1813 Kabupaten Karawang dihapuskan, tetapi pada tahun 1821 dibentuk kembali dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Wanayasa, Purwakarta.
PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI PURWAKARTA.
10. RADEN ADIPATI SURYANATA (1821-1828)
Raden Adipati Suryanata, putra RAden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor Keturunan Cikundul. Raden Adipati Suryanata Menikah dengan Nyi Salamah, putrid Aria Sastradipura, (Bupati Karawang ke-9). Pada masa Pemerintahan Raden Adipati Suryanata, kantor dipindahkan dari Karawang ke Wanayasa (Purwakarta). Raden Adipati Suryanata wafat pada tahun 182 dimakamkan di Nusa Situ Wanayasa, Purwakarta.
11. R. ADIPATI SURYAWINATA (1828-1849)
Raden Suryawinata alias Raden Haji Muhammad Sirod, putra Raden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor, (adik Raden Adipati Suryanata Bupati Karawang yang memerintah tahun 1821-1828). Pada awal masa pemerintahan beliau, pusat pemerintahan masih di Wanayasa, selama 2 tahun, dan pada tahun 1830, pusat Pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih serta menamakan daerah tersebut Purwakarta. Purwa artinya permulaan dan Karta, sama dengan Ramai atau hidup, dengan demikian nama Purwakarta baru dikenal pada masa pemerintahan Raden Adipati Suryawinata. Pada tahun 1849 Raden Adipati Suryawinata dialihtugaskan menjadi Bupati Bogor hingga wafat tahun 1872. Raden Adipati Suryawinata Dikenal pula den gan sebutan Dalem Solawat atau Dalem Santri.
12. RADEN MUHAMMAD ENOH (1849-1854)
Raden Muhammad Enoh, putar Dalem Aria Wiratanudatar VI, bergelar Raden Sastranagara. Taden Muhammad Enoh, wafat pada tahun 1854 dan dimakamkan di Masjid agung Purwakarta.
13. RADEN ADIPATI SUMADIPURA (1854-1863).
Raden Adipati Sumadipura, putra Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang Ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan sebutan lainnya Uyang Ajian, atau Dalem Sepuh. Raden Adipati Sumadipura, bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradiningrat I. Beliau yang membangun Pendopo Kabupaten, Mesjid Agung dan Situ Buleud di Purwakarta. Raden Adipati Sumadipura, wafat pada tahun 1863 di Purwakarta dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
14. RADEN ADIKUSUMNAH (1863-1886)
Raden Adikusumah alias Apun Hasan, putra Uyang Ajian yang bergelar Raden Adipati Sastradiningrat II. Beliau dilahirkan pada tahun 1837, wafat pada tahun 1886 dan, dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
15. RADEN SURYAKUSUMAH ( 1886-1911)
Raden Suryakusumah alias Apun Harun, putra Raden Adikusumah, bergelar Raden Sastradiningrat III, Raden Suryakusunah, wafat pada tahun 1935 dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
16. RADEN TUMENGGUNG ARIA GANDANAGARA (1911-1925)
Raden Tumenggung Aria Gandanagara, Adik Raden Suryakusumah, bergelar Raden AdipatiSastradiningrat IV, Beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Aria. Raden Tumenggung AriaGandanagara wafat pada tahun 1940 dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
17. RADEN ADIPATI SURYAMIHARJA (1925-1942)
Raden Suryamiharja, putra Raden Rangga Haji Muhammad Syafe’I asal Garut, bergelar Raden Adipati Songsong Kuning, Raden Adipati Aria Suryamiharja, merupakan Bupati Karawang terakhir masa pendudukan Jepang.
18. RADEN PANDUWINATA (1942-1945)
Raden Panduwinata dikenal pula dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu Suryadiningrat. Merupakan Bupati pada masa pendudukan Jepang.